Bunker di dalam Stasiun Tanjung Priok ini diduga adalah lorong panjang yang menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dan Stasiun Tanjung Priok untuk mengirim dan menerima barang-barang terlarang, seperti candu.
Selain si Bon Bon, pihak PT KA tak lupa mengungkap keberadaan ruang bawah tanah (bunker) di bangunan ini. Sontak peserta membayangkan berbagai kemungkinan yang bisa dilihat di bunker sebuah stasiun besar di utara Batavia. Didorong rasa penasaran maka peserta tak sabar untuk antre masuk ke dalam bunker. Setelah melalui lorong sempit dan curam, akhirnya terlihat ruang pengap yang digenangi air.
Air setinggi sekitar mata kaki ini membuat peserta tak bisa menelusur ke tiga ruang yang terlihat dari pintu masuk bunker. Belum diketahui apa fungsi bunker di stasiun ini, ke arah mana bunker berlanjut. Tri Prasetyo, dari bagian Pusat Konservasi Heritage PT KA, menjelaskan, pihaknya belum bisa melakukan penelitian lebih lanjut sebelum ada sinyal dari bidang purbakala Departemen Kebudayaan dan Pariwisata serta Pemprov DKI.
Pasalnya, ketika pihak Stasiun Tanjungpriuk mulai membongkar bunker, ditemukan pula dua sendok berbahan tembaga dan perak yang diperkirakan dari abad 19 atau awal abad 20. "Maka kami enggak berani bertindak lebih lanjut, takut ada benda-benda lain yang berharga atau malah merusak kondisi bunker. Kami menunggu pihak dari Ditjen Purbakala, supaya ada penelitian lebih lanjut," ujar Tri.
Sendok tadi bisa saja merupakan peninggalan dari stasiun yang punya tempat penginapan di lantai dua. Banyak pejabat atau warga Belanda yang tiba di Batavia dari Pelabuhan Tanjung Priok. Selanjutnya mereka menggunakan kereta api ke tempat tujuan. Untuk akomodasi sebagai tempat transit, maka Stasiun Tanjung Priok yang baru menyediakan ruang yang berfungsi sebagai hotel. Jadi pendatang yang tiba kemalaman atau menunggu keberangkatan kapal laut bisa menginap di sana.
Konon, selama ini keberadaan bunker tersebut sengaja ditutup rapat – selain data tentang fungsi bunker di Stasiun Tanjungpriuk sulit ditemukan juga, keberadaan bunker tak tercantum dalam maket besar stasiun itu. Alasan mengapa bunker itu dirahasiakan tentu memunculkan beragam teori. Ada yang mengatakan, kemungkinan besar bunker itu adalah lorong panjang yang menghubungkan Pelabuhan Tanjung Priok dan Stasiun Tanjung Priok untuk mengirim dan menerima barang-barang terlarang. Katakanlah candu.
Jika dalam beberapa literatur, juga bukti secara fisik, bunker memang bertebaran di Batavia khususnya pada tahun 1940-an, saat perang dunia kedua, maka tidak demikian dengan bunker di stasiun yang dibangun di zaman Gubernur Jenderal AFW Idenburg ini. Pasalnya, bangunan bunker terlihat menyatu dengan bangunan stasiun dan terletak di dalam bangunan. Umumnya, bunker di Batavia ada di luar bangunan utama karena memang perintah membangun bunker datang baru di tahun 1940.
Untuk mengetahui lebih lanjut sejarah bunker, fungsi serta ke mana bunker ini berujung tampaknya kita masih harus bersabar. Bunker bisa menjadi atraksi wisata baru di Tanjung Priok, khususnya tentu di stasiun itu. Diharapkan tahun ini segala sesuatu tentang bunker ini bisa terungkap, air yang merendam diharapkan juga bisa disedot sehingga warga bisa melihat sendiri ke dalam bunker dengan tiga ruang itu.
Tahun ini pula diharapkan si Bon Bon, lokomotif listrik ESS 3201 buatan tahun 1926 buatan pabrik Werkspoor, akan ditempatkan di stasiun monumental tersebut sebagai salah satu atraksi wisata. Lokomotif ini melayani penumpang Jakarta - Buitenzorg (Bogor) sejak akhir 1920-an sampai pertengahan 1970-an.
Cerita tentang si Bob Bon bermula saat menjelang ulang tahun Staats Spoorwegen (SS) yang ke 50 pada tahun 1925. Pada peresmian Stasiun Tanjungpriuk pada tahun 1925 proyek elektrifikasi di Batavia, Tanjungpriuk- Meester Cornelis (Jatinegara) pun kelar. Lalu untuk melengkapi program elektrifikasi ini dipesan pula sejumlah kereta api listrik dan lokomotif listrik. Salah satu jenis lokomotif listrik yang dipesan adalah kelas 3200 buatan Werkspoor - Heemaf. Dirancang dan diproduksi oleh Werkspoor dengan lisensi Baldwin sementara perlengkapan elektrik dibuat oleh Heemaf atas lisensi Westinghouse.
Salah satunya lokomotif itu bernomor 3201. Usai masa tugas, lokomotif ini dibiarkan begitu saja di bawah pohon. Bentuk dalam dan luar lokomotif ini sudah penuh karat, kotor, nyaris jadi besi tua belaka.
Pada Agustus 2006 sekelompok penggemar kereta api (railfans) yang tergabung dalam Indonesian Railway Preservation Society (IRPS) membentuk Sahabat Bon-bon untuk menyelamatkan lok listrik ESS 3201 dan menjadikannya monumen. Komunitas inilah yang kemudian bekerja pro bono demi lokomotif berbentuk kotak bonbon ini. Rencana awal, Bon Bon akan dipasang di Stasiun Beos bersamaan dengan peresmian revitalisasi kota tua namun akhirnya rencana itu batal dan rencana lain muncul, Bon Bon akan ditempatkan di salah satu sudut Stasiun Tanjung Priok.
Rencana itu pun masih dalam proses agar si Bon Bon siap betul dipasang di stasiun yang baru kembali beroperasi itu.
Sumber : Dari berbagai sumber
1 komentar:
saya tertarik karena mau menjadikan ini sebagai studi kasus kuliah saya,saya mahasiswi arkeologi UI.
and its really nice,if u go there.i seen the rotterdam's stamp at male toilet,it awsome!!!never seen before.government and also us needs more attention to our culture heritage,its unique!!!gitcha
Posting Komentar